BAGAIMANA TEKNOLOGI MENGUBAH WAJAH PERUNDUNGAN

Kemajuan teknologi yang pesat di era modern ini telah membawa perubahan signifikan dalam kehidupan sosial masyarakat. Salah satu dampak dari globalisasi dan modernisasi tersebut adalah munculnya fenomena sosial baru yang semakin kompleks, termasuk tren perilaku menyimpang seperti bullying, khususnya dalam bentuk digital yang dikenal sebagai cyberbullying.

Perilaku manusia yang semakin terdigitalisasi telah menciptakan berbagai ragam gaya hidup, terutama di kalangan remaja. Sayangnya, perkembangan ini tidak hanya melahirkan inovasi dan kreativitas, tetapi juga memunculkan tantangan besar, salah satunya adalah penyalahgunaan media sosial sebagai sarana untuk merundung sesama.

Pengertian dan Bentuk Cyberbullying

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), “bully” berasal dari kata “rundung”, yang berarti mengganggu, mengusik, dan menyusahkan secara terus-menerus. Sementara itu, bullying secara umum merupakan tindakan agresif yang disengaja dan berulang untuk menyakiti orang lain, baik secara fisik, verbal, emosional, maupun mental. Dalam konteks digital, cyberbullying adalah perundungan yang dilakukan melalui teknologi seperti media sosial, game online, atau platform interaktif lainnya.

Cyberbullying dapat berupa komentar kebencian, penghinaan, penyebaran konten eksplisit, bahkan pemalsuan identitas (deepfake) yang merusak reputasi korban. Karena dilakukan secara daring, pelaku merasa lebih bebas dan tanpa konsekuensi langsung.

Data dan Fakta Mengenai Cyberbullying

Data UNICEF tahun 2022 menunjukkan bahwa 45% dari 2.777 anak di Indonesia mengaku pernah menjadi korban cyberbullying. Tahun berikutnya, UNICEF mencatat bahwa sekitar 37% anak dan remaja di seluruh dunia telah mengalami perundungan digital setidaknya satu kali. Hal ini menunjukkan bahwa cyberbullying telah menjadi masalah global.

Salah satu kasus tragis terjadi pada 5 Juli 2024, saat seorang TikToker remaja asal Malaysia ditemukan meninggal dunia akibat tekanan mental yang diduga berasal dari cyberbullying melalui akun-akun palsu.

Implikasi Hukum dan Dampak Mental

Tindakan perundungan di media sosial dapat dijerat hukum. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menyatakan bahwa pelaku penghinaan atau pencemaran nama baik di media digital dapat dikenai pidana penjara hingga empat tahun dan/atau denda maksimal Rp750 juta.

Cyberbullying memiliki dampak serius terhadap kesehatan mental remaja. Korban bisa mengalami depresi, kecemasan, gangguan tidur, kehilangan motivasi belajar, hingga keinginan untuk mengakhiri hidup. Remaja yang sedang dalam tahap perkembangan psikologis sangat rentan terhadap pengaruh ini.

Peran Teknologi dalam Pencegahan

Kecerdasan buatan (AI) kini dimanfaatkan untuk mendeteksi konten negatif di media sosial. AI dapat memfilter ujaran kebencian, komentar pelecehan, dan perilaku tidak pantas lainnya, sehingga menciptakan ruang digital yang lebih aman.

Namun, peran teknologi harus diimbangi dengan edukasi dan kesadaran pengguna, terutama remaja, agar dapat memanfaatkan media sosial secara positif.

Ciri-Ciri Korban Cyberbullying

  1. Menunjukkan tanda-tanda depresi dan ketidaknyamanan.
  2. Menjadi waspada berlebihan atau paranoid.
  3. Kehilangan fokus belajar dan motivasi.
  4. Sulit beradaptasi di lingkungan sosial.
  5. Menunjukkan ketidakpercayaan terhadap orang lain.

Solusi dan Peran Remaja dalam Pencegahan Cyberbullying

Remaja sebagai pengguna media sosial terbanyak memiliki peran penting untuk menciptakan ruang digital yang sehat. Berikut beberapa solusi yang dapat dilakukan:

  1. Tindakan Langsung: Tegur pelaku bullying secara tegas, dan pastikan korban aman dari perundungan lanjutan.
  2. Dukungan Emosional: Beri dukungan pada korban, dengarkan cerita mereka, dan hilangkan stigma negatif.
  3. Edukasi Teman Sebaya: Ajak teman untuk memahami bahaya bullying dan pentingnya etika digital.
  4. Laporkan dan Blokir: Gunakan fitur pelaporan di media sosial untuk melaporkan akun pelaku.

Tips Aman Bermedia Sosial bagi Remaja

  1. Pilih Konten Positif: Ikuti akun yang inspiratif dan edukatif.
  2. Hindari Cyberbullying: Jangan terlibat atau mendukung perilaku perundungan.
  3. Batasi Waktu Bermain Media Sosial: Hindari kecanduan dan seimbangkan dengan aktivitas nyata.
  4. Jangan Bandingkan Diri: Setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya.
  5. Jaga Privasi: Hindari membagikan data pribadi secara berlebihan.

Peran Program GenRe (Generasi Berencana)

Menurut situs resmi GenRe, solusi untuk mengatasi cyberbullying mencakup pendidikan, pengawasan orang tua, dukungan psikologis, serta peran teman sebaya. GenRe mendorong terciptanya lingkungan digital yang aman dan positif melalui pendekatan edukatif dan kolaboratif.

Penutup

Cyberbullying adalah tantangan nyata yang harus dihadapi generasi muda. Media sosial seharusnya menjadi alat untuk membangun koneksi dan menyebarkan kebaikan, bukan sebagai sarana untuk menyebar kebencian. Perlu adanya kolaborasi antara pemerintah, institusi pendidikan, keluarga, dan remaja itu sendiri untuk menciptakan ruang digital yang lebih sehat, aman, dan membangun karakter positif bagi generasi masa depan.

Mari jadikan media sosial sebagai tempat untuk berbagi kebaikan, bukan luka. Karena setiap kata yang kita bagikan bisa menjadi penyembuh atau senjata. Jadilah pengguna yang bijak, karena hidup terlalu berharga untuk dirusak oleh jempol yang tak bertanggung jawab.

Penulis : Fakhrinovan Hidayat, Duta GenRe Kabuoaten Natuna

Post a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *